Headlines News :
Home » , , , , , , » KH. Abdul Halim: Tokoh Pembaharu Pendidikan Islam dari Majalengka

KH. Abdul Halim: Tokoh Pembaharu Pendidikan Islam dari Majalengka

Written By P U I on Jumat, Mei 15, 2009 | 8:41:00 AM

Oleh: Wawan Hernawan

Untuk mengenang nilai kejuangan K.H. Abdul Halim, sudah sejak lama Pemerintah Daerah Majalengka mengabadikan namanya pada jalan utama Kabupaten. Begitu masuk kota Majalengka, kita langsung berada di Jl. K.H. Abdul Halim. Jalan itu membentang dari Cijati hingga Cigasong. Selain itu, pada tanggal 12 Agustus 1992 K.H. Abdul Halim oleh Pemerintah RI dianugrahi Bintang Maha Putra Utama dengan No. 048/TK/Tahun 1992.


Nama K.H. Abdul Halim juga kerap diabadikan pada gedung, aula, atau ruangan kelas di sekolah-sekolah Persatuan Ummat Islam (PUI). Kini, KH. Abdul Halim sedang diajukan untuk dijadikan Pahlawan Nasional seperti tokoh-tokoh lain se-zamannya.

Siapa K.H. Abdul Halim?
 

Abdul Halim dila¬hirkan pada hari Sabtu Pon, 4 Syawal 1304 H. bertepatan dengan 26 Juni 1887 M., di Ciborelang, kecamatan dan kawedanaan Jatiwa¬ngi, Kabupaten Majalengka. Ayahnya bernama K.H. Iskandar dan ibunya, Hj. Siti Mutmainah. Abdul Halim kecil diwarisi nama Otong Satori. Ia, diduga, masih memiliki garis keturunan dari kesultanan Banten, Maulana Hasanuddin melalui ayahnya. Sedang dari jalur ibunya, masih keturunan Panembahan Sebranglor, Demak, Jawa Tengah.

K.H. Iskandar, bekerja sebagai penghulu kawedanaan Jatiwangi. Dari perkawinannya dengan Siti Mutmainah, ia dikaruniai delapan orang putra dan putri, masing-masing: Iloh Mardiyah, Empon Kobtiyah, Empeu Sodariyah, Jubaedi, Iping Maesaroh, Hidayat, Siti Sa'diyah, dan si bungsu Otong Satori. Ketika masih kanak-kanak Otong Satori sudah menjadi yatim. Sepeninggal ayahnya ia diasuh dan diajarkan ibunya dengan dasar-dasar pendidikan agama. Selain dikenal sebagai orang yang supel berga¬ul, Otong Satori kecil sudah memiliki naluri dagang. Ia sudah menjadi pedagang perantara. Kegiatan dagang ini ia lakukan ketika menjadi santri di beberapa pesantren di luar Majalengka.

Pada tahun 1908 M., Otong Satori menunaikan ibadah haji. Setelah musim haji selesai, ia tidak langsung pulang ke Indonesia, melainkan bermukim di Timur Tengah hingga tahun 1911. Sekembalinya ke tanah air, ia tidak menggunakan nama kecilnya lagi. Ia mengganti namanya menjadi Abdul Halim.

Pendiri Hayatul-Qulub, Majlisul ‘Ilmi, dan Jami’at I’anat Muta’alimin
Kemunculan Hayatul-Qulub pada tahun 1911, da¬pat dianggap tunas baru bagi pendidikan Islam di Indonesia. Menurut Abdul Halim, Hayatul-Qulub bergerak da¬lam bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan, berpusat di Majalengka.

Dalam bidang sosial dan ekonomi, Hayatul-Qulub merekrut anggotanya dari kalangan pedagang dan petani (pribumi) dengan tujuan membantu mereka dalam persaingan dengan pedagang-pedagang Cina, sekaligus menghambat derasnya arus kapitalisme kaum Kolonial. Sedang dalam bidang pendidikan, diadakan pelajaran agama seminggu sekali yang dikhususkan bagi orang-orang dewasa dengan materi fiqh dan hadis. Akan tetapi, umur Hayatul-Qulub tidak berlangsung lama seiring timbulnya beberapa perang mulut--bahkan ter¬kadang perkelahian fisik dengan para pedagang Cina--yang kemudian dianggap oleh pemerintah sebagai pemicu kerusuhan. Sehingga pada tahun 1915 seluruh aktivitas Hayatul-Qulub dilarang.

Menghadapi kenyataan demikian, Abdul Halim tidak patah semangat. Kegiatan Hayatul-Qulub tetap dilanjutkannya, sekalipun tanpa nama resmi. Gerakan ekonomi terus dikembangkan, sementara dalam bidang pendidikan dibentuk organisasi baru, Majlisul 'Ilmi. Orga¬nisasi Majlisul 'Ilmi kemudian menjadi embrio bagi berdirinya Jami'iyyat I'anat al-Muta'allimin pada tanggal 16 Mei 1916. Tidak lama kemudian Jami'iyyat I’anat al-Muta'allimin termasyhur sebagai satu-satunya pusat pendi¬dikan Islam modern di Majalengka. Ciri penting dari sekolah ini adalah diterapkannya sistem kelas dengan la¬ma studi lima tahun. Dalam usaha memperbaiki mutu sekolahnya, Abdul Halim mengadakan kerjasama dengan Jami 'at al-Khair dan al-Irsyad di Jakarta.

Jami'iyvat I'anat al-Muta'allimin menarik banyak mu¬rid tidak saja dari daerah Majalengka, tetapi dari Indramayu, Kuningan, Cirebon, Subang, Pekalongan, dan Tegal. Mereka mengambil keahlian dalam berbagai disiplin Islam yang pada gilirannya, mereka mendirikan madrasah-madrasah sendiri di tempat kelahirannya.

Pada bulan Nopember 1916, atas petunjuk dan bantuan H.O.S. Tjokroaminoto (Presiden Sarekat Islam), nama Jami'iyyat I'anat al-Muta'allimin diganti menjadi Persja¬rikatan Oelama (PO) dan mendapat rechtspersoon (diakui secara resmi oleh pemerintah Kolonial) pada tahun 1917. Pada ta¬hun 1924, Persjarikatan Oelama mulai melebarkan sayapnya ke seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 ke seluruh Indonesia. Pada tahun-tahun tersebut, berhasil didirikan cabang-cabang PO di Semarang, Pamekasan, Purwokerto (Banyumas), dan Tebing Tinggi (Sumatera Selatan).

Membangun Kweek School (PO), Santi Asromo, dan Perintis UII Yogyakarta
Dalam rentang waktu itu, didapati beberapa pe¬ristiwa penting yang tidak dapat diabaikan. Pada tahun 1919, Abdul Halim dengan organisasi PO-nya mendirikan Kweek School (Sekolah Guru). Pembangunan Kweek School PO tidak lepas dari jasa KH. Muhammad Ilyas (mertua), Kyai Imam Hasan Basyari (anggota Hoofdbestuur President PO) dan H. Abdul Ghani seorang peningmister PO.

Pada tanggal 19-20 Nopember 1932 dalam sebuah Konfrensi Kilat di Majalengka, Kweek School PO berganti nama menjadi Madrasah Daroel Oeloem. Sedang untuk bagian puteri, dibawah organisasi wanita PO didirikan Fathimiyah.

Perkembangan madrasah Daroel Oeloem putera dan puteri cukup pesat, para pelajar dari berbagai daerah terus bertambah. Selain berasal dari beberapa daerah di Jawa Barat, juga berasal dari Tegal, Semarang, Kudus, Banyumas, Kediri, Pare, Lampung, Sumatera, dan Jakarta.

Selain membangun Kweek School, Abdul Halim juga menggagas beridirinya Santi Asromo pada Kongres PBPO ke-IX pada tahun 1931. Santi Asromo lebih diintensifkan usahanya melalui keputusan Kongres PBPO ke X, 14-17 Juli 1932 dengan ciri penting sebagai berikut: Pertama, Sistem pondok pesantren dengan menggabungkan pengetahuan agama dan umum, seperti: Sejarah Dunia dan bahasa Belanda, juga dibekali pelajaran praktek bercocok tanam, tukang kayu, menenun kain, serta berbagai keterampilan lainnya. Kedua, Bertujuan kelak anak-anak dapat mencari rizki yang halal, tidak membutuhkan pertolongan luar, bahkan berangsur-angsur dapat usaha yang berdasarkan selfhelp (memenuhi kebutuhan sendiri) dan autoactivitiet (percaya pada diri sendiri), menjadi santri lucu bukan santri kaku, dan Ketiga, Wajib tinggal di asrama selama 5 atau 10 tahun. Selain membangun Kweek School Daroel Oeloem dan Santi Asromo dalam kiprahnya di dunia pendidikan, Abdul Halim juga ikut merintis berdirinya Uni¬versitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Hingga di sini, kiprah Abdul Halim dalam dunia pendidikan di Indonesia cukup monumental. Ia berhasil menggabungkan sistem madrasah-pesantren-gubernemen. Karyanya dalam pembaharuan pendidikan di Indonesia tidak kalah penting dari RA Kartini yang mengembangkan Sekolah Keputrian; Rd. Dewi Sartika dengan Sekolah Keutamaan Isteri; Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa; atau KH. Hasyim Asy’ary dengan Madrasah Salafiah. Abdul Halim telah berhasil membangun Perguruan Daroel Oeloem (Madrasah Mualimin dan Mualimat/Fathimiah, SGI) dan Santi Asromo, yang kemudian diikuti para muridnya di tempat kelahirannya. Padanya pula telah digagas Madrasah Wajib Belajar (MWB) dengan masa studi 9 tahun, jauh sebelum pemerintah mencanangkan Wajar Dikdas 9 tahun. Wallahu ‘alam.
Share this article :

0 komentar:

 
Support : Tim Media PUI
Copyright © 2009. PUI - Persatuan Ummat Islam - All Rights Reserved