Simposium persatuan Islam sedunia berlangsung Ahad (21/5/2012) di
Ankara, Turki, dihadiri para aktivis organisasi Islam dari berbagai
negara.
Delegasi Indonesia terdiri dari 25 orang berasal dari ormas-ormas Islam, antara lain Persatuan Ummat Islam (PUI), Mathlaul Anwar, Majelis Ulama Indonesia, Dewan Dakwah Islam Indonesia, PPSDM, Perpadi, Wanita Islam, dan Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Ummat (L-Pemandu).
Tak kurang 20 pembicara tampil dalam simposium sehari yang diselenggarakan oleh Yayasan Wakaf Hayrat, organisasi penyebar pemikiran Badiuzzaman Said Nursi. Para pembicara memang seluruhnya membahas tema persatuan Islam dalam perspektif Said Nursi yang terkenal sebagai bapak Turki dan penulis kitab tafsir tematik Risalah Nur. “Tema persatuan Islam sangat penting dibahas di tengah konflik yang dialami umat Islam di berbagai negara sekarang ini,” kata Atty Ali Kurt, Wakil Sekjen Yayasan Hayrat dalam sambutannya di hadapan belasan ribu peserta yang memenuhi Stadion Arena Ankara.
Said Nuri Erturk, salah seorang murid Said Nursi yang masih hidup, tampak hadir di tengah-tengah ribuan hadirin peserta simposium. Dia berkali-kali mengusap air matanya ketika Muhammet Hamdawi dari Maroko mengungkit masa-masa sulit perjuangan Said Nursi pada awal tahun 1900-an. Kala itu, Kerajaan Khilafah Ustmani sedang mengalami masa kemundurannya, kemudian dilengapkan oleh kekuatan-kekuatan sekuler yang memberangus hampir seluruh warna Islam dari seluruh Turki. Itulah akhir khilafah Islam di dunia.
Sementara itu, ustadz Ahmad Syadzili Karim yang tampil mewakili Indonesia, mendapat tepuh tangan meriah saat mengatakan bahwa persatuan Islam kini sedang mengalami masa pertumbuhannya.
“Segera persatuan Islam akan menjadi bah yang mengalir tanpa ada yang bisa mampu membendungnya,” kata Syadzili Karim yang juga Ketua Umum Mathlaul Anwar. Dia menyebut persatuan Islam seakan bangunan kokoh yang saling mengikat seorang Muslim dengan lainnya, dan tak ada pihak manapun bisa menghancurkannya.
Ahmad Rifai, wakil Majelis Syura PUI mengaku agak terkejut dengan paparan Said Yavus tentang sejarah persatuan Islam di dunia Islam. Dalam makalahnya, Yavus dari Yayasan Hayrat menyebut Khilafah Umawiyah didirikan bukan di atas asas Islam.
“Saya belum pernah menemukan penjelasan seperti itu di buku-buku sejarah,” kata Rifai. Menurut Yavus, persatuan Islam yang hancur di masa Bani Umawiyah berhasil dibangun kembali ketika kekuasaan khilafah Islam berhasil direbut oleh Bani Abbasiyah.
Banyak lagi paparan tentang persatuan Islam dikemukakan oleh para pembicara, antara lain Prof. Dr. Mustafa Baloglu, Drs Mahmud Misri (Universitas Aleppo Syria), Prof Abdulnur Muhammed Elmahi (Univ Abdulaziz Saudi Arabia, Prof Ibrahim Noreyn Ibrahim Mohammed (rektor Univ Al-Quran dan Sains Islam Sudan), Prof Dr Muhammad Sa’d Abdulmecit Kasim (Univ Al-Azhar Mesir), Muhammad Saeed Khan (Fast National Univ Pakistan), dan lainnya.
Delegasi Indonesia terdiri dari 25 orang berasal dari ormas-ormas Islam, antara lain Persatuan Ummat Islam (PUI), Mathlaul Anwar, Majelis Ulama Indonesia, Dewan Dakwah Islam Indonesia, PPSDM, Perpadi, Wanita Islam, dan Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Ummat (L-Pemandu).
Tak kurang 20 pembicara tampil dalam simposium sehari yang diselenggarakan oleh Yayasan Wakaf Hayrat, organisasi penyebar pemikiran Badiuzzaman Said Nursi. Para pembicara memang seluruhnya membahas tema persatuan Islam dalam perspektif Said Nursi yang terkenal sebagai bapak Turki dan penulis kitab tafsir tematik Risalah Nur. “Tema persatuan Islam sangat penting dibahas di tengah konflik yang dialami umat Islam di berbagai negara sekarang ini,” kata Atty Ali Kurt, Wakil Sekjen Yayasan Hayrat dalam sambutannya di hadapan belasan ribu peserta yang memenuhi Stadion Arena Ankara.
Said Nuri Erturk, salah seorang murid Said Nursi yang masih hidup, tampak hadir di tengah-tengah ribuan hadirin peserta simposium. Dia berkali-kali mengusap air matanya ketika Muhammet Hamdawi dari Maroko mengungkit masa-masa sulit perjuangan Said Nursi pada awal tahun 1900-an. Kala itu, Kerajaan Khilafah Ustmani sedang mengalami masa kemundurannya, kemudian dilengapkan oleh kekuatan-kekuatan sekuler yang memberangus hampir seluruh warna Islam dari seluruh Turki. Itulah akhir khilafah Islam di dunia.
Sementara itu, ustadz Ahmad Syadzili Karim yang tampil mewakili Indonesia, mendapat tepuh tangan meriah saat mengatakan bahwa persatuan Islam kini sedang mengalami masa pertumbuhannya.
“Segera persatuan Islam akan menjadi bah yang mengalir tanpa ada yang bisa mampu membendungnya,” kata Syadzili Karim yang juga Ketua Umum Mathlaul Anwar. Dia menyebut persatuan Islam seakan bangunan kokoh yang saling mengikat seorang Muslim dengan lainnya, dan tak ada pihak manapun bisa menghancurkannya.
Ahmad Rifai, wakil Majelis Syura PUI mengaku agak terkejut dengan paparan Said Yavus tentang sejarah persatuan Islam di dunia Islam. Dalam makalahnya, Yavus dari Yayasan Hayrat menyebut Khilafah Umawiyah didirikan bukan di atas asas Islam.
“Saya belum pernah menemukan penjelasan seperti itu di buku-buku sejarah,” kata Rifai. Menurut Yavus, persatuan Islam yang hancur di masa Bani Umawiyah berhasil dibangun kembali ketika kekuasaan khilafah Islam berhasil direbut oleh Bani Abbasiyah.
Banyak lagi paparan tentang persatuan Islam dikemukakan oleh para pembicara, antara lain Prof. Dr. Mustafa Baloglu, Drs Mahmud Misri (Universitas Aleppo Syria), Prof Abdulnur Muhammed Elmahi (Univ Abdulaziz Saudi Arabia, Prof Ibrahim Noreyn Ibrahim Mohammed (rektor Univ Al-Quran dan Sains Islam Sudan), Prof Dr Muhammad Sa’d Abdulmecit Kasim (Univ Al-Azhar Mesir), Muhammad Saeed Khan (Fast National Univ Pakistan), dan lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar