Istilah tersebut terulang dalam Al-Qur'an sebanyak sembilan kali, diantaranya terdapat dalam Al-Qur'an surah-surah al-Baqarah/2: 213; al-Maidah/5: 48; Yunus/10: 19; Hud/11: 118; al-Nahl/16: 93; dan al-Anbiya'/21: 92. Istilah ummah telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu.
Bahwa pada mulanya manusia itu satu umat ditegaskan di dalam Al-Qur'an surah al-Baqarah/2: 213, yang bunyi dan terjemahannya sebagai berikut:
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلاَّ الَّذِينَ أُوتُوهُ مِن بَعْدِ مَاجَآءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللهُ يَهْدِي مَن يَشَآءُ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ {213}
"Manusia sejak dahulu adalah umat yang satu, selanjutnya Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab itu, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena keinginan yang tidak wajar (dengki) antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus."
Tafsir Ayat 213 surah al-Baqarah bisa dibaca lengkap di sini.
Dalam ayat ini secara tegas dikatakan manusia dari dahulu hingga kini merupakan satu umat. Allah Swt menciptakan mereka sebagai makhluk sosial yang saling berkaitan dan saling membutuhkan. Mereka sejak dahulu hingga kini baru dapat hidup jika bantu-membantu sebagai satu umat, yakni kelompok yang memiliki persamaan dan keterikatan. Karena kodrat mereka demikian, tentu saja mereka harus berbeda-beda dalam profesi dan kecenderungan. Ini karena kepentingan mereka banyak, sehingga dengan perbedaan tersebut masing-masing dapat memenuhi kebutuhannya.111
Dalam kenyataannya manusia tidak mengetahui sepenuhnya bagaimana cara memperoleh kemaslahatan mereka, juga tidak tahu bagaimana mengatur hubungan antar mereka, atau menyelesaikan perselisilian mereka.
Di sisi lain, manusia memiliki sifat egoisme yang dapat muncul sewaktu-waktu, sehingga dapat menimbulkan perselisihan. Karena itu Allah Swt mengutus para nabi menjelaskan ketentuan-ketentuan Allah dan menyampaikan petunjuk-Nya sambil menugaskan para nabi itu menjadi pemberi kabar gembira bagi yang mengikuti petunjuk. Hal ini diperkuat dengan QS. Yunus/10: 19:
وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُواْ وَلَوْلاَ كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
"Manusia dahulunya adalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah mereka telah diberi putusan tentang apa yang mereka perselisihkan itu."
Maksudnya, manusia pada mulanya hidup rukun, bersatu dalam satu agama, sebagai satu keluarga. Tetapi setelah mereka berkembang biak dan setelah kepentingan mereka berlain-lain, timbullah berbagai kepercayaan yang menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu Allah mengutus rasul yang membawa wahyu dan untuk memberi petunjuk kepada mereka. Baca ayat 213 surat Al-Baqarah. Ketetapan Allah itu ialah bahwa, perselisihan manusia di dunia itu akan diputuskan di akhirat.
Sungguhpun demikian, agaknya Allah memang tidak menghendaki adanya persatuan mutlak di antara manusia, sebab ada maksud tertentu di balik perbedaan itu, seperti dijelaskan dalam Q.S. al-Maidah/5: 48:
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًۭا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلْحَقِّ ۚ لِكُلٍّۢ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةًۭ وَمِنْهَاجًۭا ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةًۭ وَٰحِدَةًۭ وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًۭا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan demi jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikannya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kalian semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian perselisihkan itu."
Adanya faktor pembeda di antara individu dan kelompok dalam masyarakat memberi peluang. Tetapi peluang itu harus diarahkan pada kompetisi ke arah kehajikan.
Dalam QS. al-Hujurat/49: 13 secara tegas Allah mengakui adanya faktor pembeda itu. Ayat ini memberi legitimasi terhadap adanya faktor pembeda itu sebagai sesuatu yang alami yang memang diciptakan oleh Tuhan. Tetapi ajaran agama menyatakan agar hal itu diperlakukan untuk saling mengenal (ta'aruf). Selain alami, keberagaman itu juga mengandung manfaat. Namun, manusia harus ingat bahwa mereka tergolong dalam umat manusia yang satu.
Agama -salah satunya- berfungsi untuk mengingatkan persamaan di antara manusia itu sebagai landasan untuk persahabatan, tolong-menolong dan persaudaraan. Perbedaan itu tidak akan menjadi persoalan apabila kesemuanya itu mengacu pada nilai-nilai kebajikan. Oleh karena itu, dalam suatu masyarakat perlu ada suatu kelompok yang melembaga yang berorientasi pada nilai-nilai keutamaan. Kelembagaan itu bisa merupakan organisasi yang mewakili kepentingan bersama. Tetapi setiap individu dapat membantu terciptanya kepentingan umum itu, yaitu apabila mereka bertakwa. Orang yang bertakwa adalah orang yang selalu cenderung mendekat pada yang ma'ruf dan menjauh dari yang mungkar atas dasar kesadaran dan bukannya paksaan dari luar.
Dengan demikian, kedatangan Islam dengan Al-Qur'an sebagai kitab sucinya, selain mengembalikan bangsa yang terpecah kepada kepercayaan yang murni atau hanif -dalam arti sesuai dengan fitrah kejadian manusia yang paling dasar- juga mengandung misi mempersatukan individu-individu dalam satuan masyarakat yang lebih besar yang disebut dengan ummatan wahidah, yaitu suatu umat yang bersatu berdasarkan iman kepada Allah dan mengacu kepada nilai-nilai kebajikan. Namun umat tersebut tidak terbatas kepada bangsa di mana mereka merupakan bagian. Arti umat mencakup pula seluruh umat manusia. Dalam hal ini, seluruh bangsa adalah bagian dari umat yang satu. Dengan demikian, maka kesatuan masyarakat didasarkan pada doktrin kesatuan umat manusia.
0 komentar:
Posting Komentar